Kalender Bali |
Dalam ajaran Wariga peranan wuku tidak dapat dikesampingkan dalam menentukan padewasan untuk mengawali suatu pekerjaan mapun melakukan Yajña. Setelah wewaran, wuku adalah merupakan rumusan ke dua dari wariga untuk menentukan padewasan.
Berdasarkan lontar Medangkamulan diceritakan kelahiran wuku seperti dibawah ini. Tersebutlah ada raja yang banyaknya 27 orang yaitu Raja Giriswara memerintah di Gunung Emalaya, Raja Kuladewa di Pasutranu. Raja Talu memerintah di Winekatalu. Raja Mrebuana di Marga Wisaya. Raja Waksaya di Bragu. Juga ada Raja Wariwisaya di Waragadiaswara. Raja Mrikjulung memerintah di Sekar Kencana, Raja Sungsangtaya di Sagraya.
Ada lagi yang lainnya yaitu Raja Dungulan bertahta di Tanpasabda. Raja Puspita di Jena. Raja Langkir di Langkaraya. Raja Medangsu di Medangpat. Raja Pujitwa di Pujiwisaya. Raja Paha di Pangkurian. Raja Kruru di Ruruksa. Raja Mrangsinga memerintah di Mrasuminggah. Raja Tambur memerintah di Kawi. Ada lagi Raja Medangkusa memerintah di Kusinagara.Raja Matal memerintah di Matala. Raja Uye di Padengenan. Raja Ijala di Wirajala. Raja Yuda di Prangwija. Raja Baliraja memerintah di Ladikara. Raja Wiugah di Gandawiran. Raja Ringgita di Apsari.Raja Kulawudra bertahta di Kalasumihang. Raja Sasawi di Tresawit.
Diceritakan lagi bernama Dang Hyang Kulagiri, mempunyai istri dua orang, istri yang pertama namanya Dewi Sintakasih, putra dari bhagawan Gadiswara, istri yang kedua namanya Dewi Sanjiwartia, pura Dang Hyang Pasupati, kedua putri ini menjadi Raja di Kundadwipa. Setelah lama bersuami istri, lalu Dang Hyang Kulagiri berkata kepada istri keduanya, menyampaikan bahwa beliau segera akan pergi ke Gunung sumeru bertapa, juga mengingatkan supaya permaisurinya baik-baik saja tinggal di kraton selama beliau pergi. Istri beliau berdua menyetujui. Tak diceritakan keadaan sang raja bertapa sudah cukup lama sekarang diceritakan Dewi Sintakasih sudah hamil tua. Dewi Sintaksih bercakap-cakap dengan Dewi Sanjiwartia, memperbincangkan sang raja belum datang. Akhirnya dalam percakapan itu diputuskan akan mencari suaminya ke gunung Sumeru (tempat sang raja bertapa). Tersebutlah kedua istri sang raja berangkat dari kraton, menuju tempat suaminya bertapa, sampailah perjalanan beliau pada lereng Gunung Sumeru, Dewi Sintakasih sakit perutnya makin lama makin sakit sebagai tanda akan melahirkan.
Duduklah Dewi Sintakasih di atas batu yang datar dan lebar, melepaskan lelahnya sampil menahan rasa sakit perutnya tetapi sayang tidak tertahan saat itu juga Desi Sintakasih melahirkan bayi laki-laki. Pecahlah batu tersebut karena tertimpa badan si bayi. Setelah hal tersebut terjadi gelisah dan berdukacitalah Dewi Sintakasih bersama Dewi Sanjiwartia. Saat itu pula turunlah Ida Hyang Padmayoni, bertanya kepada para putri itu, apa sebabnya mereka bersedih. Sang Dewi menghormat sambil berkata: “Ya, yang terhormat batara, hambamu ini ditinggal oleh suami bertapa di lereng Gunung Sumeru, sejak hamba baru mulai hamil hingga sekarang. Sampai kelahiran putra hamba ini belum juga beliau datan (kembali), itulah sebabnya hambamu ini bersedih hati”. Demikianlah kata kedua putri itu menghormat kehadapan Dewa Brahma. Dewa Brahma setelah mendengar cerita kedua putri tersebut beliau sangat bahagia dan mendoakan supaya bayi itu panjang umur terkenal di dunia serta diberikan anugerah yang hebat tidak terbunuh oleh para dewa, danawa, detya, manusia tak terbunuh pada malam hari maupun pada siang hari, tidak mati dibawah maupun di atas, tidak terbunuh oleh senjata. Kecuali yang dapat membunuhnya adalah Dewa Wisnu. “ Karena bayimu lahir di atas batu, aku anugrahi nama I Watugunung”.
Berikut ini adalah penggolongan wuku yang berkaitan dengan penentuan ala ayuning wuku (baik buruknya hari). Sekilas kita rangkum kembali, wuku jumlahnya 30, dimana masing-masing wuku dalam rentang 7 hari dimulai pada hari Minggu (Redite) dan berakhir pada hari Sabtu (Saniscara). Urutan wuku adalah sebagai berikut:
- Sinta
- Landep
- Ukir
- Kulatir
- Taulu/Tolu
- Gumbreg
- Wariga
- Warigadean
- Julungwangi
- Sungsang
- Dungulan
- Kuningan
- Langkir
- Medangsia
- Pujut
- Pahang
- Krulut
- Merakih
- Tambir
- Medangkungan
- Matal
- Uye
- Menail
- Prangbakat
- Bala
- Ugu
- Wayang
- Kelawu
- Dukut
- Watugunung
Wuku tersebut kemudian secara garis besar dikelompokkan menjadi 4 kelompok sebagai berikut:
1. Wuku Rangda Tiga
- Tidak baik melakukan wiwaha (pernikahan)
- Yang termasuk dalam kelompok ini meliputi: Wariga, Warigadean, Pujut, Menail, Prangbakat.
2. Wuku Tanpa Guru:
- Tidak baik untuk mulai belajar, tidak baik melakukan pekerjaan yang penting-penting atau yadnya.
- Yang termasuk dalam kelompok ini meliputi: Gumbreg, Kuningan, Medangkungan, Kelawu.
3. Wuku Was Panganten
- Kebaikan: Baik untuk membuat sesuatu yang runcing, mengadakan pertemuan, membuat tembok, pundamen, lantai, membuat pagar.
- Kejelekan: Tidak baik untuk wiwaha (pernikahan).
- Yang termasuk dalam kelompok ini meliputi: Taulu, Dungulan, Krulut, Menail, Dukut.
4. Wuku Salah Wedi
- Tidak baik untuk upacara potong rambut, pernikahan, atiwa-tiwa.
- Yang termasuk dalam kelompok ini meliputi: Sinta, Landep, Gumbreg, Sungsang, Dungulan, Pahang, Tambir, Medangkungan, Prangbakat, Bala, Wayang, Watugunung.