Tradisi Sapuh Leger Dalam Kehidupan Masyarakat Hindu Dibali

Seni pewayangan merpakan salah satu tradisi yang digunakan sebagai alat untuk menyampaikan pesan atau nilai – nilai yang baik kepada masyarakat. Wayang kulit dibali khususnya megalami perkembangan dengan beragam pariasi. Dibali seni pewayangan memiliki arti yang sangat sacral dalam kehidupan masyarakat, dipercaya dalam pertunjukan wayang dapat membantu membersihkan pengaruh negatife, salah satunya adalah Wayang Sapuh Leger. Wayang Sapuh Leger digelar dibali berkaitan dengan kelahiran seseorang pada hari yang dianbggap sebagai kelahiran sang Kala yaitu pada hari Tumpek Wayang. Dalam masyarakat bali setiap anak yang lahir pada Tumpek Wayang akan diadakan pagelaran Wayang Sapuh Leger. Kedudukan hari tersebut sangat khusus dan sacral, selain itu ada suatu anggapan bahwa tumpek wayang dianggap angker dan berbahaya karena pada hari tersebut dikuasai oleh Bhuta dan Kala.
 Menurut Ida Pedanda Gede Nabe Bang Buruan Manuabe mengatakan bawasannya tumpek wayang dibali adalah suatu hal yang sangat dikramatkan. Jadi karna terkait dengan SDM (Sumber Daya Manusia) diyakini oleh masyarakat bali yang bukan merupakan mistik tapi merupakan benang merah dari agama yang teraputasi dalam budaya, dimana budaya dibali itu sangat Magis yang sangat terpengaruh dalam pri kehidupan masyarakat bali yang lahir pada uku tersebut.


Ki Dalang Ida Bagus Gede Mambal menambahkan bawasannya bagi mereka yang lahir di wuku wayang itu membawa watak yang keras ini menurut berdasarkan pengalaman saya, Mereka kebanyakan membawa watak yang keras. Nah itu pengaruh - pengaruh dari pada orang yang lahir pada wuku wayang atau tumpek wayang. Memang kelahiran itu baik wewaran, wuku itu semua membawa pengaruh terhadap kelahiran kita sebagai manusia, jadi mereka yang lahir pada wuku wayang itu sangat wajib hukumnya untuk diberikan ruata sapuh leger.
Dibali sendiri banyak orang berkata bahwa ngeruat orang pada tumpek wayang itu ada aturan umur. Umur 3 oton baru boleh diruat Sapuh Leger. Tetapi ada sumber yang menyebutkan bawasannya orang berumur 7 bulan dalam kandungan itu harus diruat atau yang disebut dengan megedong - gedongan. Kalau kita meliat antara megedong-gedongan dapat dilakukan pengruatan dengan harapan bayinya akan lahir dengan sempurna. Kemudian setelah kita liat setelah Tigang Oton baru kita melakukan ruatan, supaya muncul dulu nilai-nilai positif negatifnya baru dilakukan ruatan. Maka saya berkesimpulan bawasannya, kalo kita mengupayakan sedini mungkin itu adalah hal yang maksimal.

Menurut lontar sundarigama diceritakan Batara Siva mengutus Sang Hyang Samirana turun kedunia untuk memberikan kekuatan kepada manusia untuk mengatasi pengaruh negatif dari Dhang Kala yang merupakan benih dari Hyang Siva. Pada saat sedang jalan-jalan diatas luata, anginnya kencang menerpa kain Betari Uma sehingga kain tersebut tersingkap yang kemudian dilihat oleh Ida Betara dan menimbulkan kama. Pandewa kalang kabut didatangi oleh Sang Hyang Kala sehingga terjadi pertempura dan lain sebagainya, sehingga turunlah Sang Hyang Siva bertemu dengan. Sang Hyang Kala disana mendapat wejangan sang hyang siwa “anaku sang betara kala, yang dapat kamu mangsa adalah orang yang bepergian saat tengah hari serta orang bepergian pada saat perpindahan wuku yakni sore menjelang malam atau petang  hari” makanya keluar petuah - petuah kuno mengatakan seperti “berhentilah melakukan berbagai kegiatan saat tengah hari”.sampai saat ini petuah itu masih dijunjung tinggi masyarakat di bali.
Untuk melawan akibat yang tidak menguntungkan orang bali melakukan upacara penebusan dengan melakukan Lukatan Sapuh Leger, dengan satu harapan Hyang Windhi akan menganugrahkan nasib baik pada anak yang lahir pada wuku tersebut. Nah kemudian dengan adanya anugrah seperti itu para dewa kembali sangat kebingungan jadi manusia sampai habis didunia ini, akhirnya tanpa disadari Sang Hyang Siva juga melahirkan seorang anak yang bernama Sang Rare Kumara yang lahir pada Sukra Wage Wayang. Nah disinilah Betara Siva memberikan anugrah kepada Sang Hyang Kala kalau sang hyang kala boleh memangsa setiap orang yang lahir di wuku wayang “nyen je lekad di wuku wayang matuhang wukun idewa to dadi to dewa memangsa, penugran sang hyang siva” akhinya berkali-kali sang kala untuk mencari Sang Rare Kumara. Kebetulan mereka yang upacara itu, istilahnya ngupah wayang atau mengadakan pertunjukan wayang. Disanalah Sang Rere Kumara bertemu dengan Ki Dalang, jadi mungkin Ki Dalang ini adalah penjelmaan Sang Hyang Iswara yang turun untuk melihat keadaan Sang Hyang Kala yang terus mengejar sang rare kumara. Kemudian sang kala melihat sesajen, jadi sesajen inilah yang disantap oleh sang hyang kala.setelah ki dalang mengetahui sesajennya dimakan oleh sang kala maka dalang ini menuntut kepada sang kala agar mengganti sesajen itu, tetapi sang kala tidak bisa mengganti, akhinya ada mandat dari pada sang kala itu diberikan kepada ki dalang “ hay kamu ki dalang, karena saya tidak bisa mengganti sarana upacara ini sekarang kamu saya berikan mandat barang siapa yang lahir pada wuku wayang kalau sudah mendapar pengruatan oleh kamu saya tidak akan memangsanya tetapi pada saat anda meruat anda harus bergelar ki dalang samirana”.

Gelar Wayang Sapuh Leger pada saat tumpek wayang bersifat religius, magis, dan spiritual. Simbul – simbul tersebut terungkap baik lewat lakon sekian artistik maupun sarana - prasarana yang digunakan. Maknanya mengendap dan menjadikan system nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tinggi bagi perilaku manusia bali. Wayang Sapuh Leger berfungsi sebagai pemurnian bagi anak atau orang yang lahir pada tumpek wayang.

Tumpek wayang adalah salah satu dari 6 wuku atau perhitungan hari menurut kalender bali. Tumpek dapat diartikan dekat denga sang pencipta. Sehari sebelum tumpek wayang masyarakat hindu dibali melakukan upacara Meselat Pandan. Daun pandan yang digunakan bukan daun pandan yang biasa namun daun pandan yang berduri yang dipercaya mempunyai kekuatan magis.

Menciptakan keseimbangan alam adalah membangun masa depan umat manusia, sewajarnyalah manusia menghargai segenap pribadinya. Untuk itu melalui sebuah tradisi sacral ini yakni Penglukatan atau Pengruata, akan mampu menjadikan manusia yang sempurna. Untuk melaksanakan sebuah Sapuh Leger memerlukan persiapan yang matang dan untuk mensiasati dana yang dibutuhkan dalam sapuh leger tersebut maka sebuah alternative telah dilakukan yakni dengan melaksanakan Ruatan Wayang Sapuh Leger secara masal. Pada hari Saniscara Keliwon wuku Tumpek Wayang merupakan puja wali sang hyang iswara. Hari itu umat hindu dibali menghaturkan upacara menuju keutamaan tuah pratima – pratima dan wayang, selain itu juga kepada semua macam seni dan kesenian. Umat hindu yang mempunya profesi sebagai dalang pada hari itu tampak sibuk mempersiapkan sebuah upacara pujawali sang hyang iswara. Masyarakat dibali mempunyai beragam tradisi salah satunya berada di desa lukluk kecamatan mengwi kabupaten badung, terdapat sebuah tradisi yang hingga kini diwariskan. Bagi setiap wanita yang menganding diwajibkan untuk meklakukan penglukatan duhari tumpek wayang tersebut.

Sebagai mana kita ketahui sebagai umat hindu, kehidupan didunia diliputi dua kekuatan yang disebut dengan  Rua Bineda yakni sifat baik dan buruk. Dua hal inilah yang selalu ada didalam diri manusia sengan bercermin dari tatwa dan filsafat akan mampu membawa manusia pada kehidupan yang bermartabat